Kamis, 17 Januari 2013

10 NASEHAT UNTUK PENGANTIN WANITA

Alangkah indah nasihat seorang ibu untuk putri nya yang hendak dinikahkan dengan al-Harits bin ‘Amr al-Kindi. Dia pesankan,

“Wahai putriku, sesungguhnya jikalau wasiat tak lagi diberikan untuk seorang yang beradab dan bernasab mulia, tentu takkan kuberikan wasiat ini untukmu. Namun, wasiat adalah pengingat bagi orang yang berakal dan pemberi peringatan bagi orang yang lalai.
Wahai putriku, seandainya anak perempuan tak lagi membutuhkan suami karena ayah bundanya telah mencukupinya, sesungguhnya engkau orang yang paling tak butuh terhadap suami. Namun, kita ini diciptakan untuk kaum laki-laki, sebagaimana pula diciptakan kaum laki-laki untuk kita.
Wahai putriku, engkau hendak berpisah dengan tempat kelahiranmu,meninggalkan kehidupan yang dahulu engkau tumbuh di sana, menuju tempat yang tak kau kenal bersama teman yang asing bagimu. Dengan kepemilikannya atas dirimu, dia menjadi penguasa atasmu. Berlakulah layaknya hamba sahayanya, niscaya dia akan menjadi sahaya yang tunduk kepadamu. Jagalah sepuluh hal yang akan menjadi simpanan berharga bagimu:

1. Bergaullah dengannya dengan penuh qana’ah karena qana’ah akan melapangkan hati.

2. Dengar dan taatlah engkau dengan baik karena pada kedua hal ini ada keridhaan Rabbmu.

3. Berupayalah menjaga pandangan mata dan penciumannya, jangan sampai kedua matanya memandang sesuatu yang buruk darimu dan hidungnya mencium sesuatu darimu selain aroma yang semerbak wangi.

4. Kenakanlah selalu celak dan air karena celak adalah sebaik-baik perhiasan dan air adalah sebaik-baik wewangian.

5. Jagalah selalu waktu makannya, karena panasnya rasa lapar akan mudah membangkitkan kemarahan.

6. Ciptakan suasana tenang saat tidurnya karena tidur yang terganggu akan menimbulkan amarah.

7. Berusahalah selalu menjaga rumah dan hartanya karena mampu menjaga harta termasuk sebaik-sebaik kemampuan.

8. Jagalah selalu hubungan dengan keluarganya karena kemampuan menjaga hubungan dengan kerabat termasuk sebaik-baik pengaturan.

9. Jangan engkau sebarkan rahasianya karena jika engkau lakukan, niscaya engkau takkan aman dari pengkhianatanny­a.

10. Jangan pernah kau durhakai perintahnya, karena jika kau mendurhakai perintahnya, berarti engkau buat menggelegak dadanya.
Semakin kau agungkan dia,dia pun makin memuliakanmu. Semakin sering engkau seia-sekata dengannya, dia pun semakin baik kepadamu.
Ketahuilah, engkau takkan bisa melakukan semua ini sampai engkau utamakan keinginannya di atas keinginanmu, dan engkau utamakan keridhaannya di atas keridhaanmu ­, baik dalam hal-hal yang kau sukai maupun yang engkau benci.
Hati-hatilah, jangan sampai engkau bergembira di hadapannya manakala dia sedang gundah gulana, dan jangan bermuram durja di hadapannya tatkala dia sedang gembira.”
(Takrimul Mar’ah fil Islam, hlm. 96-97)

Wallahu a’lam bish-shawab.
Rabu, 16 Januari 2013

pernikahan Ali dan Fathimah

Ali dan Fatimah
Radhiallahu ‘Anhuma
Fatimah adalah putri
termuda Rasulullah
shallallohu ‘alaihi
wasallam dan bagian
dari beliau dari ibu
yang mulia wanita
shalihah Khadijah binti
Khuwailid,
bersuamikan Ali bin
Abu Thalib yang
menikahinya dalam
rentang waktu antara
perang Badar dan
Uhud tepatnya di
bulan Ramadhan
tahun kedua hijriyah,
seorang pahlawan
mujahid sepupu
Rasulullah, orang
pertama yang masuk
Islam dari kalangan
pemuda, seorang laki-
laki yang menyintai
Allah dan rasulNya dan
dicintai oleh Allah dan
rasulNya, Allah
memberi kemenangan
melaluinya, Amirul
Mukminin salah
seorang khulafa`
rasyidin yang dijamin
surga oleh mertuanya.
Inilah sebagian dari
keutamaan suami
pilihan Fatimah putri
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam yang
menjadi acuan baginya
dalam memilihnya
menjadi suaminya.
Ali bin Abu Thalib
hidup sejak kecil dalam
kafalah Rasulullah
shallallohu ‘alaihi
wasallam, beliau
melakukan ini sebagai
ungkapan terima kasih
kepada bapaknya Abu
Thalib yang juga
paman beliau atas
pengasuhannya
terhadap beliau sejak
kecil dan
pembelaannya
terhadap beliau ketika
dewasa di samping
untuk meringankan
Abu Thalib yang
berharta minim tetapi
berkeluarga besar.
Dengan latar belakang
demikian maka bisa
dikatakan bahwa Ali
bukan laki-laki
berharta pada saat dia
menikah dengan
Fatimah, demi
membayar maskawin
kepada istrinya dia
menyerahkan baju
perang yang
merupakan harta satu-
satunya sekaligus
senjatanya dalam
menerjuni berbagai
macam peperangan.
Imam Abu Dawud dan
an-Nasa`i
meriwayatkan dari
Ibnu Abbas berkata,
ketika Ali menikah
dengan Fatimah,
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam
bersabda kepadanya,
“Berikanlah sesuatu
kepadanya.” –Maksud
beliau sebagai mahar
pernikahan- Ali
menjawab, “Aku tidak
punya apa-apa.” Nabi
shallallohu ‘alaihi
wasallam bertanya,
“Lalu di mana baju
perang huthamiyah
milikmu.” Hadits ini
dishahihkan oleh al-
Hakim. Yang dimaksud
baju perang
huthamiyah adalah
penisbatan kepada
Huthamah bin
Muharib, salah satu
marga dalam Bani
Abdul Qais pembuat
baju perang. Ada yang
berkata, baju perang
disebut dengan
huthamiyah karena ia
tuhatthimu
(mematahkan atau
menghancurkan)
pedang karena
kekuatannya.
Selanjutnya
bagaimana kehidupan
pasangan suami istri
ini? Imam al-Bukhari
memaparkan dalam
shahihnya sepenggal
kisah dari kehidupan
Ali dengan Fatimah.
Silakan pembaca
menilai dan
menyimpulkan setelah
membacanya.
Dari Ali bin Abu Thalib
bahwa Fatimah
mengadukan beratnya
penggilingan kepada
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam yang
meninggalkan bekas
padanya, pada saat itu
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam
sedang mendapatkan
tawanan perang,
Fatimah pergi kepada
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam tetapi
dia tidak bertemu
dengan beliau, dia
bertemu Aisyah,
Fatimah mengatakan
hajatnya kepada
Aisyah, ketika
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam
pulang Aisyah
mengabarkan
kedatangan Fatimah
kepada beliau. Ali
berkata, “Nabi
shallallohu ‘alaihi
wasallam datang
kepada kami
sementara kami
sedang bersiap-siap
untuk tidur, aku
hendak berdiri, tetapi
beliau bersabda,
“Tetaplah kalian
berdua di tempat.”
Lalu beliau duduk di
antara kami, sampai
aku merasakan
dinginnya kedua kaki
beliau di dadaku,
beliau bersabda,
“Maukah kalian berdua
aku ajari apa yang
lebih baik dari apa
yang kalian berdua
minta kepadaku, jika
kalian berdua hendak
tidur, bertakbirlah tiga
puluh empat kali,
bertasbihlah tiga puluh
tiga kali dan
bertahmidlah tiga
puluh tiga kali, ia lebih
baik bagi kalian
berdua daripada
pembantu.”
Al-Bukhari
meriwayatkan no.
3110, dari Miswar bin
Makhramah bahwa Ali
bin Abu Thalib
melamar putri Abu
Jahal sementara dia
masih beristri Fatimah,
Makhramah berkata,
maka aku mendengar
Rasulullah berkhutbah
di atas minbarnya ini
tentangg masalah
tersebut, saat itu aku
sudah dewasa, beliau
bersabda,
“Sesungguhnya
Fatimah adalah bagian
dariku, aku
mengkhawatirkannya
difitnah pada
agamanya.” Kemudian
Nabi menyebutkan
hubungan pernikahan
beliau dengan Bani
Abdu Syams, beliau
menyanjung mereka
dalam hubungan
pernikahan tersebut.
Beliau bersabda, “Dia
berbicara kepadaku
dan dia berbicara
benar kepadaku, dia
berjanji padaku dan
dia memenuhi janji itu.
Sesungguhnya aku
tidak mengharamkan
yang halal dan tidak
menghalalkan yang
haram, akan tetapi
demi Allah anak
Rasulullah tidak akan
pernah berkumpul
dengan anak musuh
Allah selamanya.”
Penulis
menyimpulkan
bahwa pilihan
Fatimah menikah
dengan Ali adalah
tepat dengan
mengacu kepada tiga
perkara:
Pertama, kesetiaan
yang diberikan oleh Ali
kepada Fatimah,
faktanya selama hidup
Fatimah, Ali hanya
beristrikan dia
seorang.
Kedua, fadha`il
(keutamaan-
keutamaan) yang
dimiliki Ali, istri
shalihah mana yang
tidak berbahagia dan
berbangga dengan
suami yang
mempunyai fadha`il
seperti yang dimiliki
oleh Ali.
Ketiga, output (hasil)
pernikahan dua orang
mulia ini, empat anak
shalih dan shalihah:
Hasan, Husain, Zaenab
dan Ummu Kultsum.
Dua anak yang
pertama adalah dua
orang sayid para
pemuda penduduk
surga, dari keduanya
lahir orang-orang
mulia, para imam
teladan.
Sumber:
Alsofwah.or.id
Publish ulang dan
edit tata bahasa oleh
www.KisahMuslim.co

Fathimah Az-zahra binti Muhammad



Pemimpin wanita pada
masanya ini adalah putri
ke-4 dari anak anak
Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, dan
ibunya adalah Ummul
Mukminin Khadijah binti
Khuwalid. Sesungguhnya
allah Subhanahu wa ta’ala
menghendaki kelahiran
Fathimah yang mendekati
tahun ke-5 sebelum
Muhammad diangkat
menjadi Rasul, bertepatan
dengan peristiwa besar
yaitu ditunjuknya
Rasulullah sebagai
penengah ketika terjadi
perselisihan antara suku
Quraisy tentang siapa
yang berhak meletakkan
kembali Hajar Aswad
setelah Ka’abah
diperbaharui. Dengan
kecerdasan akalnya beliau
mampu memecahkan
persoalan yang hampir
menjadikan peperangan
diantara kabilah-kabilah
yang ada di Makkah.
Kelahiran Fathimah
disambut gembira oleh
Rasulullahu alaihi
wassalam dengan
memberikan nama
Fathimah dan julukannya
Az-Zahra, sedangkan
kunyahnya adalah Ummu
Abiha (Ibu dari bapaknya).
Ia putri yang mirip dengan
ayahnya, Ia tumbuh
dewasa dan ketika
menginjak usia 5 tahun
terjadi peristiwa besar
terhadap ayahnya yaitu
turunnya wahyu dan
tugas berat yang diemban
oleh ayahnya. Dan ia juga
menyaksikan kaum kafir
melancarkan gangguan
kepada ayahnyam, sampai
cobaan yang berat dengan
meninggal ibunya
Khadijah. Ia sangat sedih
dengan kematian ibunya.
Pada saat kaum muslimin
hijrah ke Madinah,
Fathimah dan kakaknya
Ummu Kultsum tetap
tinggal di Makkah sampai
Nabi mengutus orang
untuk menjemputnya.
Setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi
wassalam menikah
dengan ‘Aisyah binti Abu
Bakar, para sahabat
berusaha meminang
Fathimah. Abu Bakar dan
Umar maju lebih dahulu
untuk meminang tapi
Nabi menolak dengan
lemah lembut. Lalu Ali bin
Abi Thalib datang kepada
Rasulullah untuk melamar
dan ketika nabi bertanya,
“Apakah engkau
mempunyai sesuatu ?”,
“Tidak ada ya Rasulullah,”
jawabku. “ Dimana
pakaian perangmu yang
hitam, yang saya berikan
kepadamu,” Tanya beliau.
“Masih ada padaku wahai
Rasulullah,” jawabku.
“Berikan itu kepadanya
(Fatihmah) sebagai
mahar,” kata beliau.
Lalu Ali bergegas pulang
dan membawa baju
besinya, Nabi menyuruh
menjualnya dan baju besi
itu dijual kepada Utsman
bin Affan seharga 470
dirham, kemudian
diberikan kepada
Rasulullah dan diserahkan
kepada Bilal untuk
membeli perlengkapan
pengantin.
Kaum muslimin merasa
gembira atas perkawinan
Fathimah dan Ali bin Abi
Thalib, setelah setahun
menikah lalu dikaruniai
anak bernama Al-Hasan
dan saat Hasan genap
berusia satu tahun lahirlah
Husain pada bulan Sya’ban
tahun ke-4 H. Pada tahun
ke-lima Hijriyah ia
melahirkan anak
perempuan bernama
Zainab dan yang terakhir
benama Ummu Kultsum.
Rasullah sangat
menyayangi Fathimah,
setelah Rasulullah
bepergian beliau lebih
dulu menemui Fathimah
sebelum menemui istri-
istrinya. Aisyah berkata ,
”Aku tidak melihat
seseorang yang
perkataannya dan
pembicaraannya yang
menyerupai Rasulullah
selain Fathimah, jika ia
datang mengunjungi
Rasulullah, Rasulullah
berdiri lalu menciumnya
dan menyambut dengan
hangat, begitu juga
sebaliknya yang diperbuat
Fathimah bila Rasulullah
datang mengunjunginya.”.
Rasulullah
mengungkapkan rasa
cintanya kepada putrinya
tatkala diatas mimbar:
”Sungguh Fathimah
bagian dariku , Siapa yang
membuatnya marah
berarti membuatku
marah” . Dan dalam
riwayat lain disebutkan,
”Fathimah bagian dariku,
aku merasa terganggu bila
ia diganggu dan aku
merasa sakit jika ia
disakiti.” .
Setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam
menjalankan haji wada’
dan ketika ia melihat
Fathimah, beliau
menemuinya dengan
ramah sambil berkata,
”Selamat datang wahai
putriku” . Lalu Beliau
menyuruh duduk
disamping kanannya dan
membisikan sesuatu,
sehingga Fathimah
menangis dengan
tangisan yang keras,
tatkala Fathimah sedih
lalu Beliau membisikan
sesuatu kepadanya yang
menyebabkan Fathimah
tersenyum.
Ketika Aisyah bertanya
tentang apa yang
dibisikan oleh beliau,
Fathimah menjawab, ”Aku
tak ingin membuka
rahasia” . Setelah
Rasulullah wafat, Aisyah
bertanya lagi kepada
Fathimah tentang apa
yang dibisikan Rasulullah
kepadanya sehingga
membuat Fathimah
menangis dan tersenyum.
Lalu Fathimah menjawab,
”Adapun yang pertama
kali beliau bisikkan
kepadaku adalah; beliau
memberitahu bahwa
sesungguhnya Jibril telah
membacakan al-Qura’an
dengan hapalan kepada
beliau setiap tahun sekali,
sekarang dia
membacakannya setahun
2 kali, lalu beliau berkata
“Sungguh aku melihat
ajalku telah dekat, maka
bertakwalah dan
bersabarlah, sebaik-baik
Salaf (pendahulu)
untukmu adalah aku.” .
Maka akupun menangis
yang engkau lihat saat
kesedihanku. Dan saat
beliau membisikan yang
kedua kali, beliau berkata,
” Wahai Fathimah apakah
engkau tidak suka
menjadi penghulu wanita-
wanita penghuni surga
dan engkau adalah orang
pertama dari keluargaku
yang akan menyusulku”.
Kemudian aku tertawa.
Enam bulan sejak
wafatnya Rasulullah
Shallallahu alaihi
wassalam, Fathimah jatuh
sakit, namun ia merasa
gembira karena kabar
gembira yang diterima
dari ayahnya. Tak lama
kemudian iapun beralih ke
sisi Tuhannya pada malam
selasa tanggal 13
Ramadhan tahun 11 H
dalam usia 27 tahun.
__________________________________
__________________________________
_____________________________
Disalin dari Buku Sirah
Shahabiyah karya
Mahmud mahdi al
Istambuli & Musthafa Abu
an Nashr asy Syalabi,
Penerbit Maktabah Salafy
Press, Tahun 2006.

apapun kata orang inilah jalanku

Mereka bilang
kerudungku seperti
nenek-nenek
padahal rambut mereka
seperti daun kering
melambai.
Mereka bilang jilbabku
ketinggalan zaman
padahal tank-top mereka
seperti koteka zaman
batu.
Mereka bilang ucapanku
seperti orang yang
ceramah padahal
rumpian mereka tak lebih
indah dari dengungan
segerombol lebah.
Mereka bilang cara
berfikirku ”ketuaan”
padahal umur kepala dua
mereka tidak
menjadikannya lebih
dewasa dari seorang
anak kecil berumur 5
tahun.
Mereka bilang tingkah
polahku tidak enerjik,
padahal laku mereka
lebih menyerupai
banteng seruduk sana-
seruduk sini.
Mereka bilang
dandananku pucat,
padahal penampilan
mereka lebih mirip
dengan ondel-ondel
Mereka bilang aku nggak
gaul, padahal untuk
mengenal konspirasi saja
mereka geleng-geleng.
Mereka bilang: aku sok
suci aku tidak menikmati
hidup aku nggak ngalir
aku fanatik sok lebay dan
sok bau surga.
Ku jawab: Ya, aku
berusaha untuk terus
mensucikan diri. Karena
najis tidak pernah
mendapatkan tempat
dimanapun berada,
meskipun letaknya di
atas tahta emas. Ya, aku
tidak menikmati hidup
ini. Karena hidup yang
kudambakan bukan
hidup yang seperti ini
yang lebih buruk dari
hidupnya binatang
ternak
Ya, aku nggak ngalir. Aku
adalah ikan yang akan
terus bergerak, tidak
terseret air yang
mengalir sederas apapun
alirannya. Karena aku
tidak ingin jatuh ke
dalam pembuangan.
Ya, aku fanatik. Karena
fanatik dalam kebenaran
yang sesuai fitrah adalah
menyenangkan
dibanding fanatik dalam
kesalahan yang fatrah
(kufur)
Ya, aku memang sok
lebay. Karena aku adalah
manusia yang lemah
yang terserang makhluk
kecil macam virus saja
tubuhku sudah ambruk,
manusia yang bodoh
yang tidak mengetahui
nasib hidupku satu detik
setelah ini, manusia yang
serba kurang dan punya
batas waktu yang ketika
waktu itu habis aku tidak
bisa mengulurnya
ataupun
mempercepatnya
Ya, aku ingin mencium
bau surga yang dijanjikan
Tuhanku yang baunya
dapat tercium dari jarak
ratusan tahun cahaya.
Betapa meruginya orang
yang tidak bisa mencium
bau surga, karena itu
menandakan betapa
jauhnya posisinya dari
surga...
Kullu maa huwa aatin
qoribun
Segala sesuatu yang pasti
datang itu dekat...
Manusia dibekali Islam
dan Muhammad
Sallaullahu'alaihi
wasallam sebagai
pembawa huda dan haq
Manusia juga dibekali
akal oleh Rabb Sang
Pencipta Namun,
manusia diberi
kebebasan memilih
untuk hidupnya Dan,
there is only one choice
Untuk itulah aku memilih
jalanku Memilih jalan
hidupku Hidup yang aku
dambakan Mendamba
apa yang telah
dijanjikanNya Janji yang
tak akan pernah
teringkari Whatever...
what they said
“Jika kamu menuruti
kebanyakan manusia
yang ada di muka bumi
ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari
jalan Allah. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan
mereka tidak lain
hanyalah berdusta
(terhadap Allah)” (Qs. Al-
An’am 116).
"Allah tidak akan
mengingkari janji-
janjiNya, tetapi
kebanyakan manusia
tidak mengetahui" (Qs.
Ar-Rum 6).
Selasa, 08 Januari 2013

DILEMA WANITA BERMANHAJ SALAF

Wanita yang bermanhaj salaf adalah wanita yang sudah mengerti cara beragama yang benar, mengerti makna dan berjalan di atas tauhid yangbenar, menjauhi bid’ah, menjaga aurat dengan jilbab yang syar’i, berilmu dan yang terpenting mereka berpegang dan taat kepada alqur’an dan sunnah dengan pemahaman para sahabat Radhiallohu anhum.

Intinya wanita yang bermanhaj salaf di zaman ini bak mutiara di dasar lautan yang sukar sekali menemukannya, jika ada pun telah menjadi milik orang lain.
Lelaki yang bermanhaj salaf juga sama seperti wanita yang bermanhaj salaf, bahkan mayoritas mereka lebih berilmu dari pada wanitanya. Dan tentu mereka menginginkan mutiara mutiara itu untuk di jadikan pendamping hidup mereka, untuk menjadi madrasah bagi anak-anaknya, untuk tempat dia berbagi ilmu dan menggapai syurga Allah pada jalan yang benar.

Dan begitu juga wanita yang bermanhaj salaf, tentunya mendambakan lakai-laki yang seaqidah dengan mereka, yang mengerti kenapa mereka melakukan ini dan itu, yang mengajak mereka ke jalan yang lurus, yang membimbing mereka dengan ilmu dan yang terpenting adalah mengajak mereka bertauhid dengan benar dan menjauhi bid’ah.
Dan ini tidaklah salah, karena mereka paham betul dengan firman Allah:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9): 71).

Dan juga firman Allah yang lain:
Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan risqi yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).

Lalu kenapa ada dilema bagi wanita-wanita yang bertauhid ini?
Wanita-wanita di zaman Rasulullah dan para sahabat, apabila mereka menyukai lelaki yang sholih,maka mereka dengan mudah untuk mendapatkannya, karena orang2 tua mereka juga sholeh, paham atas agama ini. Bahkan orang tua mereka yang mencarikan mereka lelaki yang sholeh, tanpa melihat status, tanpa melihat materi, yang terpenting adalah ketaqwaan mereka, ilmu yang mereka miliki dan pengamalannya.
Namun di zaman ini, zaman yang penuh fitnah, zaman dimana orang jahil mayoritas dan orang yang berilmu menjadi minoritas, maka di sinilah letak dilemanya. Saat sang akhwat begitu mendambakan ikhwan yang bertauhid, bermanhaj yang haq, tapi mereka harus menahan keinginan- keinginan mereka itu karena terhalang oleh orang tua mereka yang jahil, orang tua mereka yang tidak lagi memandang ketaqwaan dan ilmu bagi anak-anaknya, tapi lebih condong kepada status social dan materi. Subhanalloh wa ni’mal wakil…

Ketika seorang akhwat di tanya : kenapa inginya menikah dengan lelaki yang bermanhaj salaf…?
Maka dia menjawab: ana ingin dia menjadi pembimbing dalam hidup ana nantinya, ana ingin berjalan pada manhaj yang sama, jika ana menikah dengan orang jahil, maka ana ingin ke taklim manhaj salaf, tapi dia ingin ke taklim yang penuh dengan gelak tawa, taklim yang ada musiknya. Jika ana katakan perayaan maulid nabi itu bid’ah, maka dia katakan itu sunnah, jika ana katakan isbal itu haram, dia katakan tidak apa-apa jika tidak sombong. Bagaimana rumah tangga bisa damai, jika selalu ada pertentangan di dalamnya.

Lalu haruskah ana mengorbankan hidup ana , agama ana, Demi kepentingan orang tua? Demi menuruti kemauan orang tua?
Bukankah orang tua yang menghalangi anaknya untuk mendapati kebaikan termasuk dalam bermaksiat kepada Allah?
Dan tidak ada ketaatan terhadap makhluk apabila untuk bermaksiat kepada Allah?
Tapi mereka adalah orang tua ana yang harus ana tetap berlaku ma’ruf (baik) kepada mereka, bila ana tidak ikuti keinginan mereka, mereka akan marah, mereka akan mengatakan bahwa ana adalah anak durhaka, mereka akan menangis, mereka akan tidak perduli lagi sama ana, bahkan mungkin mereka akan putuskan hubungan silaturrahim.
Bukankah Rasulullah bersabda:
Tidak akan masuk syurga orang memutuskan hubungan silaturrahim .(HR Bukhari).

Inilah yang ana takutkan…!
Inilah zamannya…!!
Inilah dilemanya…!!!
Hanya air mata yang bisa ana curahkan, hanya Allah tempat ana mengadu, biarlah air mataku yang mengalir, asal jangan air mata ibuku...
Senin, 07 Januari 2013

Hijab (jeda Rodja)

Wahai Saudari Muslimah,
siapakah yang
menyuruhmu untuk
berjilbab?

Untukmu ukhti
muslimah…
kemana akan kau bawa
dirimu?
kepada gemerlapnya
dunia?
gemilaunya harta?
atau pada ketampanan
seorang pria?
walaupun kau harus
membuka hijabmu
demi mendapat semua
yang kau inginkan,
maka kehinaan yang kau
dapatkan!

Wahai Saudari Muslimah,
siapakah yang
munyuruhmu untuk
berhijab?

Untukmu ukhti
muslimah…
kemana akan kau bawa
dirimu?
kepada kemuliaan jiwa?
kepada keridhaan sang
pencipta?
atau mulianya menjadi
bidadari surga?
walaupun hinaan dan
cacian yang harus kau
terima
demi menjaga hijab yang
telah disyariatkan oleh
agama,
maka kebahagiaan yang
akan kau dapatkan!

Katakan TIDAK pada
gemerlapnya dunia!
jika hijabmu harus
terlepas karenanya
Katakan TIDAK pada
kemilaunya harta!
jika hijabmu harus
menjadi tebusannya
karena hijabmu,
adalah benteng
kemuliaan dirimu

bahwasannya yang
menyuruhmu untuk
berjilbab
yang menyuruhmu untuk
berbusana muslimah
yang menyuruhmu ialah
Allah dan Rasul-NYa
dan konsekwensi kita
sebagai seorang muslim
maupun muslimah
wajib untuk taat pada
Allah Ta’ala
karena Allah yang
menciptakan kita
Allah yang memberikan
rizki pada kita
Allah yang memberikan
segalanya kepada kita
Al-Qur’an menyuruh kita
untuk berhijab

Allah yang menciptakan
kita yang menyuruh kita
untuk berjilbab!
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﻗُﻞْ ﻷﺯْﻭَﺍﺟِﻚَ
ﻭَﺑَﻨَﺎﺗِﻚَ ﻭَﻧِﺴَﺎﺀِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻳُﺪْﻧِﻴﻦَ
ﻋَﻠَﻴْﻬِﻦَّ ﻣِﻦْ ﺟَﻼﺑِﻴﺒِﻬِﻦَّ ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰ
ﺃَﻥْ ﻳُﻌْﺮَﻓْﻦَ ﻓَﻼ ﻳُﺆْﺫَﻳْﻦَ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻏَﻔُﻮﺭًﺍ ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ

“Hai Nabi katakanlah
kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu
dan istri-istri orang
mukmin: “Hendaklah
mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka.” Yang
demikian itu supaya
mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi Maha
penyayang”
(QS.al-Ahzab:59)

Jika seandainya manusia
(wanita muslimah) tidak
berbusana Muslimah,
tidak berjilbab,
maka manusia ini akan
rusak dan hancur, akan
binasa.”
Setiap wanita, TIDAK ADA
UDZUR (tidak ada alasan)
untuk tidak memakai
busana muslimah...

10 NASEHAT UNTUK PENGANTIN WANITA

Alangkah indah nasihat seorang ibu untuk putri nya yang hendak dinikahkan dengan al-Harits bin ‘Amr al-Kindi. Dia pesankan,

“Wahai putriku, sesungguhnya jikalau wasiat tak lagi diberikan untuk seorang yang beradab dan bernasab mulia, tentu takkan kuberikan wasiat ini untukmu. Namun, wasiat adalah pengingat bagi orang yang berakal dan pemberi peringatan bagi orang yang lalai.
Wahai putriku, seandainya anak perempuan tak lagi membutuhkan suami karena ayah bundanya telah mencukupinya, sesungguhnya engkau orang yang paling tak butuh terhadap suami. Namun, kita ini diciptakan untuk kaum laki-laki, sebagaimana pula diciptakan kaum laki-laki untuk kita.
Wahai putriku, engkau hendak berpisah dengan tempat kelahiranmu,meninggalkan kehidupan yang dahulu engkau tumbuh di sana, menuju tempat yang tak kau kenal bersama teman yang asing bagimu. Dengan kepemilikannya atas dirimu, dia menjadi penguasa atasmu. Berlakulah layaknya hamba sahayanya, niscaya dia akan menjadi sahaya yang tunduk kepadamu. Jagalah sepuluh hal yang akan menjadi simpanan berharga bagimu:

1. Bergaullah dengannya dengan penuh qana’ah karena qana’ah akan melapangkan hati.

2. Dengar dan taatlah engkau dengan baik karena pada kedua hal ini ada keridhaan Rabbmu.

3. Berupayalah menjaga pandangan mata dan penciumannya, jangan sampai kedua matanya memandang sesuatu yang buruk darimu dan hidungnya mencium sesuatu darimu selain aroma yang semerbak wangi.

4. Kenakanlah selalu celak dan air karena celak adalah sebaik-baik perhiasan dan air adalah sebaik-baik wewangian.

5. Jagalah selalu waktu makannya, karena panasnya rasa lapar akan mudah membangkitkan kemarahan.

6. Ciptakan suasana tenang saat tidurnya karena tidur yang terganggu akan menimbulkan amarah.

7. Berusahalah selalu menjaga rumah dan hartanya karena mampu menjaga harta termasuk sebaik-sebaik kemampuan.

8. Jagalah selalu hubungan dengan keluarganya karena kemampuan menjaga hubungan dengan kerabat termasuk sebaik-baik pengaturan.

9. Jangan engkau sebarkan rahasianya karena jika engkau lakukan, niscaya engkau takkan aman dari pengkhianatanny­a.

10. Jangan pernah kau durhakai perintahnya, karena jika kau mendurhakai perintahnya, berarti engkau buat menggelegak dadanya.
Semakin kau agungkan dia,dia pun makin memuliakanmu. Semakin sering engkau seia-sekata dengannya, dia pun semakin baik kepadamu.
Ketahuilah, engkau takkan bisa melakukan semua ini sampai engkau utamakan keinginannya di atas keinginanmu, dan engkau utamakan keridhaannya di atas keridhaanmu ­, baik dalam hal-hal yang kau sukai maupun yang engkau benci.
Hati-hatilah, jangan sampai engkau bergembira di hadapannya manakala dia sedang gundah gulana, dan jangan bermuram durja di hadapannya tatkala dia sedang gembira.”
(Takrimul Mar’ah fil Islam, hlm. 96-97)

Wallahu a’lam bish-shawab.

pernikahan Ali dan Fathimah

Ali dan Fatimah
Radhiallahu ‘Anhuma
Fatimah adalah putri
termuda Rasulullah
shallallohu ‘alaihi
wasallam dan bagian
dari beliau dari ibu
yang mulia wanita
shalihah Khadijah binti
Khuwailid,
bersuamikan Ali bin
Abu Thalib yang
menikahinya dalam
rentang waktu antara
perang Badar dan
Uhud tepatnya di
bulan Ramadhan
tahun kedua hijriyah,
seorang pahlawan
mujahid sepupu
Rasulullah, orang
pertama yang masuk
Islam dari kalangan
pemuda, seorang laki-
laki yang menyintai
Allah dan rasulNya dan
dicintai oleh Allah dan
rasulNya, Allah
memberi kemenangan
melaluinya, Amirul
Mukminin salah
seorang khulafa`
rasyidin yang dijamin
surga oleh mertuanya.
Inilah sebagian dari
keutamaan suami
pilihan Fatimah putri
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam yang
menjadi acuan baginya
dalam memilihnya
menjadi suaminya.
Ali bin Abu Thalib
hidup sejak kecil dalam
kafalah Rasulullah
shallallohu ‘alaihi
wasallam, beliau
melakukan ini sebagai
ungkapan terima kasih
kepada bapaknya Abu
Thalib yang juga
paman beliau atas
pengasuhannya
terhadap beliau sejak
kecil dan
pembelaannya
terhadap beliau ketika
dewasa di samping
untuk meringankan
Abu Thalib yang
berharta minim tetapi
berkeluarga besar.
Dengan latar belakang
demikian maka bisa
dikatakan bahwa Ali
bukan laki-laki
berharta pada saat dia
menikah dengan
Fatimah, demi
membayar maskawin
kepada istrinya dia
menyerahkan baju
perang yang
merupakan harta satu-
satunya sekaligus
senjatanya dalam
menerjuni berbagai
macam peperangan.
Imam Abu Dawud dan
an-Nasa`i
meriwayatkan dari
Ibnu Abbas berkata,
ketika Ali menikah
dengan Fatimah,
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam
bersabda kepadanya,
“Berikanlah sesuatu
kepadanya.” –Maksud
beliau sebagai mahar
pernikahan- Ali
menjawab, “Aku tidak
punya apa-apa.” Nabi
shallallohu ‘alaihi
wasallam bertanya,
“Lalu di mana baju
perang huthamiyah
milikmu.” Hadits ini
dishahihkan oleh al-
Hakim. Yang dimaksud
baju perang
huthamiyah adalah
penisbatan kepada
Huthamah bin
Muharib, salah satu
marga dalam Bani
Abdul Qais pembuat
baju perang. Ada yang
berkata, baju perang
disebut dengan
huthamiyah karena ia
tuhatthimu
(mematahkan atau
menghancurkan)
pedang karena
kekuatannya.
Selanjutnya
bagaimana kehidupan
pasangan suami istri
ini? Imam al-Bukhari
memaparkan dalam
shahihnya sepenggal
kisah dari kehidupan
Ali dengan Fatimah.
Silakan pembaca
menilai dan
menyimpulkan setelah
membacanya.
Dari Ali bin Abu Thalib
bahwa Fatimah
mengadukan beratnya
penggilingan kepada
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam yang
meninggalkan bekas
padanya, pada saat itu
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam
sedang mendapatkan
tawanan perang,
Fatimah pergi kepada
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam tetapi
dia tidak bertemu
dengan beliau, dia
bertemu Aisyah,
Fatimah mengatakan
hajatnya kepada
Aisyah, ketika
Rasulullah shallallohu
‘alaihi wasallam
pulang Aisyah
mengabarkan
kedatangan Fatimah
kepada beliau. Ali
berkata, “Nabi
shallallohu ‘alaihi
wasallam datang
kepada kami
sementara kami
sedang bersiap-siap
untuk tidur, aku
hendak berdiri, tetapi
beliau bersabda,
“Tetaplah kalian
berdua di tempat.”
Lalu beliau duduk di
antara kami, sampai
aku merasakan
dinginnya kedua kaki
beliau di dadaku,
beliau bersabda,
“Maukah kalian berdua
aku ajari apa yang
lebih baik dari apa
yang kalian berdua
minta kepadaku, jika
kalian berdua hendak
tidur, bertakbirlah tiga
puluh empat kali,
bertasbihlah tiga puluh
tiga kali dan
bertahmidlah tiga
puluh tiga kali, ia lebih
baik bagi kalian
berdua daripada
pembantu.”
Al-Bukhari
meriwayatkan no.
3110, dari Miswar bin
Makhramah bahwa Ali
bin Abu Thalib
melamar putri Abu
Jahal sementara dia
masih beristri Fatimah,
Makhramah berkata,
maka aku mendengar
Rasulullah berkhutbah
di atas minbarnya ini
tentangg masalah
tersebut, saat itu aku
sudah dewasa, beliau
bersabda,
“Sesungguhnya
Fatimah adalah bagian
dariku, aku
mengkhawatirkannya
difitnah pada
agamanya.” Kemudian
Nabi menyebutkan
hubungan pernikahan
beliau dengan Bani
Abdu Syams, beliau
menyanjung mereka
dalam hubungan
pernikahan tersebut.
Beliau bersabda, “Dia
berbicara kepadaku
dan dia berbicara
benar kepadaku, dia
berjanji padaku dan
dia memenuhi janji itu.
Sesungguhnya aku
tidak mengharamkan
yang halal dan tidak
menghalalkan yang
haram, akan tetapi
demi Allah anak
Rasulullah tidak akan
pernah berkumpul
dengan anak musuh
Allah selamanya.”
Penulis
menyimpulkan
bahwa pilihan
Fatimah menikah
dengan Ali adalah
tepat dengan
mengacu kepada tiga
perkara:
Pertama, kesetiaan
yang diberikan oleh Ali
kepada Fatimah,
faktanya selama hidup
Fatimah, Ali hanya
beristrikan dia
seorang.
Kedua, fadha`il
(keutamaan-
keutamaan) yang
dimiliki Ali, istri
shalihah mana yang
tidak berbahagia dan
berbangga dengan
suami yang
mempunyai fadha`il
seperti yang dimiliki
oleh Ali.
Ketiga, output (hasil)
pernikahan dua orang
mulia ini, empat anak
shalih dan shalihah:
Hasan, Husain, Zaenab
dan Ummu Kultsum.
Dua anak yang
pertama adalah dua
orang sayid para
pemuda penduduk
surga, dari keduanya
lahir orang-orang
mulia, para imam
teladan.
Sumber:
Alsofwah.or.id
Publish ulang dan
edit tata bahasa oleh
www.KisahMuslim.co

Fathimah Az-zahra binti Muhammad



Pemimpin wanita pada
masanya ini adalah putri
ke-4 dari anak anak
Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, dan
ibunya adalah Ummul
Mukminin Khadijah binti
Khuwalid. Sesungguhnya
allah Subhanahu wa ta’ala
menghendaki kelahiran
Fathimah yang mendekati
tahun ke-5 sebelum
Muhammad diangkat
menjadi Rasul, bertepatan
dengan peristiwa besar
yaitu ditunjuknya
Rasulullah sebagai
penengah ketika terjadi
perselisihan antara suku
Quraisy tentang siapa
yang berhak meletakkan
kembali Hajar Aswad
setelah Ka’abah
diperbaharui. Dengan
kecerdasan akalnya beliau
mampu memecahkan
persoalan yang hampir
menjadikan peperangan
diantara kabilah-kabilah
yang ada di Makkah.
Kelahiran Fathimah
disambut gembira oleh
Rasulullahu alaihi
wassalam dengan
memberikan nama
Fathimah dan julukannya
Az-Zahra, sedangkan
kunyahnya adalah Ummu
Abiha (Ibu dari bapaknya).
Ia putri yang mirip dengan
ayahnya, Ia tumbuh
dewasa dan ketika
menginjak usia 5 tahun
terjadi peristiwa besar
terhadap ayahnya yaitu
turunnya wahyu dan
tugas berat yang diemban
oleh ayahnya. Dan ia juga
menyaksikan kaum kafir
melancarkan gangguan
kepada ayahnyam, sampai
cobaan yang berat dengan
meninggal ibunya
Khadijah. Ia sangat sedih
dengan kematian ibunya.
Pada saat kaum muslimin
hijrah ke Madinah,
Fathimah dan kakaknya
Ummu Kultsum tetap
tinggal di Makkah sampai
Nabi mengutus orang
untuk menjemputnya.
Setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi
wassalam menikah
dengan ‘Aisyah binti Abu
Bakar, para sahabat
berusaha meminang
Fathimah. Abu Bakar dan
Umar maju lebih dahulu
untuk meminang tapi
Nabi menolak dengan
lemah lembut. Lalu Ali bin
Abi Thalib datang kepada
Rasulullah untuk melamar
dan ketika nabi bertanya,
“Apakah engkau
mempunyai sesuatu ?”,
“Tidak ada ya Rasulullah,”
jawabku. “ Dimana
pakaian perangmu yang
hitam, yang saya berikan
kepadamu,” Tanya beliau.
“Masih ada padaku wahai
Rasulullah,” jawabku.
“Berikan itu kepadanya
(Fatihmah) sebagai
mahar,” kata beliau.
Lalu Ali bergegas pulang
dan membawa baju
besinya, Nabi menyuruh
menjualnya dan baju besi
itu dijual kepada Utsman
bin Affan seharga 470
dirham, kemudian
diberikan kepada
Rasulullah dan diserahkan
kepada Bilal untuk
membeli perlengkapan
pengantin.
Kaum muslimin merasa
gembira atas perkawinan
Fathimah dan Ali bin Abi
Thalib, setelah setahun
menikah lalu dikaruniai
anak bernama Al-Hasan
dan saat Hasan genap
berusia satu tahun lahirlah
Husain pada bulan Sya’ban
tahun ke-4 H. Pada tahun
ke-lima Hijriyah ia
melahirkan anak
perempuan bernama
Zainab dan yang terakhir
benama Ummu Kultsum.
Rasullah sangat
menyayangi Fathimah,
setelah Rasulullah
bepergian beliau lebih
dulu menemui Fathimah
sebelum menemui istri-
istrinya. Aisyah berkata ,
”Aku tidak melihat
seseorang yang
perkataannya dan
pembicaraannya yang
menyerupai Rasulullah
selain Fathimah, jika ia
datang mengunjungi
Rasulullah, Rasulullah
berdiri lalu menciumnya
dan menyambut dengan
hangat, begitu juga
sebaliknya yang diperbuat
Fathimah bila Rasulullah
datang mengunjunginya.”.
Rasulullah
mengungkapkan rasa
cintanya kepada putrinya
tatkala diatas mimbar:
”Sungguh Fathimah
bagian dariku , Siapa yang
membuatnya marah
berarti membuatku
marah” . Dan dalam
riwayat lain disebutkan,
”Fathimah bagian dariku,
aku merasa terganggu bila
ia diganggu dan aku
merasa sakit jika ia
disakiti.” .
Setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam
menjalankan haji wada’
dan ketika ia melihat
Fathimah, beliau
menemuinya dengan
ramah sambil berkata,
”Selamat datang wahai
putriku” . Lalu Beliau
menyuruh duduk
disamping kanannya dan
membisikan sesuatu,
sehingga Fathimah
menangis dengan
tangisan yang keras,
tatkala Fathimah sedih
lalu Beliau membisikan
sesuatu kepadanya yang
menyebabkan Fathimah
tersenyum.
Ketika Aisyah bertanya
tentang apa yang
dibisikan oleh beliau,
Fathimah menjawab, ”Aku
tak ingin membuka
rahasia” . Setelah
Rasulullah wafat, Aisyah
bertanya lagi kepada
Fathimah tentang apa
yang dibisikan Rasulullah
kepadanya sehingga
membuat Fathimah
menangis dan tersenyum.
Lalu Fathimah menjawab,
”Adapun yang pertama
kali beliau bisikkan
kepadaku adalah; beliau
memberitahu bahwa
sesungguhnya Jibril telah
membacakan al-Qura’an
dengan hapalan kepada
beliau setiap tahun sekali,
sekarang dia
membacakannya setahun
2 kali, lalu beliau berkata
“Sungguh aku melihat
ajalku telah dekat, maka
bertakwalah dan
bersabarlah, sebaik-baik
Salaf (pendahulu)
untukmu adalah aku.” .
Maka akupun menangis
yang engkau lihat saat
kesedihanku. Dan saat
beliau membisikan yang
kedua kali, beliau berkata,
” Wahai Fathimah apakah
engkau tidak suka
menjadi penghulu wanita-
wanita penghuni surga
dan engkau adalah orang
pertama dari keluargaku
yang akan menyusulku”.
Kemudian aku tertawa.
Enam bulan sejak
wafatnya Rasulullah
Shallallahu alaihi
wassalam, Fathimah jatuh
sakit, namun ia merasa
gembira karena kabar
gembira yang diterima
dari ayahnya. Tak lama
kemudian iapun beralih ke
sisi Tuhannya pada malam
selasa tanggal 13
Ramadhan tahun 11 H
dalam usia 27 tahun.
__________________________________
__________________________________
_____________________________
Disalin dari Buku Sirah
Shahabiyah karya
Mahmud mahdi al
Istambuli & Musthafa Abu
an Nashr asy Syalabi,
Penerbit Maktabah Salafy
Press, Tahun 2006.

apapun kata orang inilah jalanku

Mereka bilang
kerudungku seperti
nenek-nenek
padahal rambut mereka
seperti daun kering
melambai.
Mereka bilang jilbabku
ketinggalan zaman
padahal tank-top mereka
seperti koteka zaman
batu.
Mereka bilang ucapanku
seperti orang yang
ceramah padahal
rumpian mereka tak lebih
indah dari dengungan
segerombol lebah.
Mereka bilang cara
berfikirku ”ketuaan”
padahal umur kepala dua
mereka tidak
menjadikannya lebih
dewasa dari seorang
anak kecil berumur 5
tahun.
Mereka bilang tingkah
polahku tidak enerjik,
padahal laku mereka
lebih menyerupai
banteng seruduk sana-
seruduk sini.
Mereka bilang
dandananku pucat,
padahal penampilan
mereka lebih mirip
dengan ondel-ondel
Mereka bilang aku nggak
gaul, padahal untuk
mengenal konspirasi saja
mereka geleng-geleng.
Mereka bilang: aku sok
suci aku tidak menikmati
hidup aku nggak ngalir
aku fanatik sok lebay dan
sok bau surga.
Ku jawab: Ya, aku
berusaha untuk terus
mensucikan diri. Karena
najis tidak pernah
mendapatkan tempat
dimanapun berada,
meskipun letaknya di
atas tahta emas. Ya, aku
tidak menikmati hidup
ini. Karena hidup yang
kudambakan bukan
hidup yang seperti ini
yang lebih buruk dari
hidupnya binatang
ternak
Ya, aku nggak ngalir. Aku
adalah ikan yang akan
terus bergerak, tidak
terseret air yang
mengalir sederas apapun
alirannya. Karena aku
tidak ingin jatuh ke
dalam pembuangan.
Ya, aku fanatik. Karena
fanatik dalam kebenaran
yang sesuai fitrah adalah
menyenangkan
dibanding fanatik dalam
kesalahan yang fatrah
(kufur)
Ya, aku memang sok
lebay. Karena aku adalah
manusia yang lemah
yang terserang makhluk
kecil macam virus saja
tubuhku sudah ambruk,
manusia yang bodoh
yang tidak mengetahui
nasib hidupku satu detik
setelah ini, manusia yang
serba kurang dan punya
batas waktu yang ketika
waktu itu habis aku tidak
bisa mengulurnya
ataupun
mempercepatnya
Ya, aku ingin mencium
bau surga yang dijanjikan
Tuhanku yang baunya
dapat tercium dari jarak
ratusan tahun cahaya.
Betapa meruginya orang
yang tidak bisa mencium
bau surga, karena itu
menandakan betapa
jauhnya posisinya dari
surga...
Kullu maa huwa aatin
qoribun
Segala sesuatu yang pasti
datang itu dekat...
Manusia dibekali Islam
dan Muhammad
Sallaullahu'alaihi
wasallam sebagai
pembawa huda dan haq
Manusia juga dibekali
akal oleh Rabb Sang
Pencipta Namun,
manusia diberi
kebebasan memilih
untuk hidupnya Dan,
there is only one choice
Untuk itulah aku memilih
jalanku Memilih jalan
hidupku Hidup yang aku
dambakan Mendamba
apa yang telah
dijanjikanNya Janji yang
tak akan pernah
teringkari Whatever...
what they said
“Jika kamu menuruti
kebanyakan manusia
yang ada di muka bumi
ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari
jalan Allah. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan
mereka tidak lain
hanyalah berdusta
(terhadap Allah)” (Qs. Al-
An’am 116).
"Allah tidak akan
mengingkari janji-
janjiNya, tetapi
kebanyakan manusia
tidak mengetahui" (Qs.
Ar-Rum 6).

DILEMA WANITA BERMANHAJ SALAF

Wanita yang bermanhaj salaf adalah wanita yang sudah mengerti cara beragama yang benar, mengerti makna dan berjalan di atas tauhid yangbenar, menjauhi bid’ah, menjaga aurat dengan jilbab yang syar’i, berilmu dan yang terpenting mereka berpegang dan taat kepada alqur’an dan sunnah dengan pemahaman para sahabat Radhiallohu anhum.

Intinya wanita yang bermanhaj salaf di zaman ini bak mutiara di dasar lautan yang sukar sekali menemukannya, jika ada pun telah menjadi milik orang lain.
Lelaki yang bermanhaj salaf juga sama seperti wanita yang bermanhaj salaf, bahkan mayoritas mereka lebih berilmu dari pada wanitanya. Dan tentu mereka menginginkan mutiara mutiara itu untuk di jadikan pendamping hidup mereka, untuk menjadi madrasah bagi anak-anaknya, untuk tempat dia berbagi ilmu dan menggapai syurga Allah pada jalan yang benar.

Dan begitu juga wanita yang bermanhaj salaf, tentunya mendambakan lakai-laki yang seaqidah dengan mereka, yang mengerti kenapa mereka melakukan ini dan itu, yang mengajak mereka ke jalan yang lurus, yang membimbing mereka dengan ilmu dan yang terpenting adalah mengajak mereka bertauhid dengan benar dan menjauhi bid’ah.
Dan ini tidaklah salah, karena mereka paham betul dengan firman Allah:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi pelindung (penolong) bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Qs. At Taubah (9): 71).

Dan juga firman Allah yang lain:
Wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik. Lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula (begitu pula sebaliknya). Bagi mereka ampunan dan risqi yang melimpah (yaitu : Surga) (Qs. An Nuur (24) : 26).

Lalu kenapa ada dilema bagi wanita-wanita yang bertauhid ini?
Wanita-wanita di zaman Rasulullah dan para sahabat, apabila mereka menyukai lelaki yang sholih,maka mereka dengan mudah untuk mendapatkannya, karena orang2 tua mereka juga sholeh, paham atas agama ini. Bahkan orang tua mereka yang mencarikan mereka lelaki yang sholeh, tanpa melihat status, tanpa melihat materi, yang terpenting adalah ketaqwaan mereka, ilmu yang mereka miliki dan pengamalannya.
Namun di zaman ini, zaman yang penuh fitnah, zaman dimana orang jahil mayoritas dan orang yang berilmu menjadi minoritas, maka di sinilah letak dilemanya. Saat sang akhwat begitu mendambakan ikhwan yang bertauhid, bermanhaj yang haq, tapi mereka harus menahan keinginan- keinginan mereka itu karena terhalang oleh orang tua mereka yang jahil, orang tua mereka yang tidak lagi memandang ketaqwaan dan ilmu bagi anak-anaknya, tapi lebih condong kepada status social dan materi. Subhanalloh wa ni’mal wakil…

Ketika seorang akhwat di tanya : kenapa inginya menikah dengan lelaki yang bermanhaj salaf…?
Maka dia menjawab: ana ingin dia menjadi pembimbing dalam hidup ana nantinya, ana ingin berjalan pada manhaj yang sama, jika ana menikah dengan orang jahil, maka ana ingin ke taklim manhaj salaf, tapi dia ingin ke taklim yang penuh dengan gelak tawa, taklim yang ada musiknya. Jika ana katakan perayaan maulid nabi itu bid’ah, maka dia katakan itu sunnah, jika ana katakan isbal itu haram, dia katakan tidak apa-apa jika tidak sombong. Bagaimana rumah tangga bisa damai, jika selalu ada pertentangan di dalamnya.

Lalu haruskah ana mengorbankan hidup ana , agama ana, Demi kepentingan orang tua? Demi menuruti kemauan orang tua?
Bukankah orang tua yang menghalangi anaknya untuk mendapati kebaikan termasuk dalam bermaksiat kepada Allah?
Dan tidak ada ketaatan terhadap makhluk apabila untuk bermaksiat kepada Allah?
Tapi mereka adalah orang tua ana yang harus ana tetap berlaku ma’ruf (baik) kepada mereka, bila ana tidak ikuti keinginan mereka, mereka akan marah, mereka akan mengatakan bahwa ana adalah anak durhaka, mereka akan menangis, mereka akan tidak perduli lagi sama ana, bahkan mungkin mereka akan putuskan hubungan silaturrahim.
Bukankah Rasulullah bersabda:
Tidak akan masuk syurga orang memutuskan hubungan silaturrahim .(HR Bukhari).

Inilah yang ana takutkan…!
Inilah zamannya…!!
Inilah dilemanya…!!!
Hanya air mata yang bisa ana curahkan, hanya Allah tempat ana mengadu, biarlah air mataku yang mengalir, asal jangan air mata ibuku...

Hijab (jeda Rodja)

Wahai Saudari Muslimah,
siapakah yang
menyuruhmu untuk
berjilbab?

Untukmu ukhti
muslimah…
kemana akan kau bawa
dirimu?
kepada gemerlapnya
dunia?
gemilaunya harta?
atau pada ketampanan
seorang pria?
walaupun kau harus
membuka hijabmu
demi mendapat semua
yang kau inginkan,
maka kehinaan yang kau
dapatkan!

Wahai Saudari Muslimah,
siapakah yang
munyuruhmu untuk
berhijab?

Untukmu ukhti
muslimah…
kemana akan kau bawa
dirimu?
kepada kemuliaan jiwa?
kepada keridhaan sang
pencipta?
atau mulianya menjadi
bidadari surga?
walaupun hinaan dan
cacian yang harus kau
terima
demi menjaga hijab yang
telah disyariatkan oleh
agama,
maka kebahagiaan yang
akan kau dapatkan!

Katakan TIDAK pada
gemerlapnya dunia!
jika hijabmu harus
terlepas karenanya
Katakan TIDAK pada
kemilaunya harta!
jika hijabmu harus
menjadi tebusannya
karena hijabmu,
adalah benteng
kemuliaan dirimu

bahwasannya yang
menyuruhmu untuk
berjilbab
yang menyuruhmu untuk
berbusana muslimah
yang menyuruhmu ialah
Allah dan Rasul-NYa
dan konsekwensi kita
sebagai seorang muslim
maupun muslimah
wajib untuk taat pada
Allah Ta’ala
karena Allah yang
menciptakan kita
Allah yang memberikan
rizki pada kita
Allah yang memberikan
segalanya kepada kita
Al-Qur’an menyuruh kita
untuk berhijab

Allah yang menciptakan
kita yang menyuruh kita
untuk berjilbab!
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﻗُﻞْ ﻷﺯْﻭَﺍﺟِﻚَ
ﻭَﺑَﻨَﺎﺗِﻚَ ﻭَﻧِﺴَﺎﺀِ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻳُﺪْﻧِﻴﻦَ
ﻋَﻠَﻴْﻬِﻦَّ ﻣِﻦْ ﺟَﻼﺑِﻴﺒِﻬِﻦَّ ﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺩْﻧَﻰ
ﺃَﻥْ ﻳُﻌْﺮَﻓْﻦَ ﻓَﻼ ﻳُﺆْﺫَﻳْﻦَ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ
ﻏَﻔُﻮﺭًﺍ ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ

“Hai Nabi katakanlah
kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu
dan istri-istri orang
mukmin: “Hendaklah
mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka.” Yang
demikian itu supaya
mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi Maha
penyayang”
(QS.al-Ahzab:59)

Jika seandainya manusia
(wanita muslimah) tidak
berbusana Muslimah,
tidak berjilbab,
maka manusia ini akan
rusak dan hancur, akan
binasa.”
Setiap wanita, TIDAK ADA
UDZUR (tidak ada alasan)
untuk tidak memakai
busana muslimah...