Rabu, 16 Januari 2013

Fathimah Az-zahra binti Muhammad



Pemimpin wanita pada
masanya ini adalah putri
ke-4 dari anak anak
Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, dan
ibunya adalah Ummul
Mukminin Khadijah binti
Khuwalid. Sesungguhnya
allah Subhanahu wa ta’ala
menghendaki kelahiran
Fathimah yang mendekati
tahun ke-5 sebelum
Muhammad diangkat
menjadi Rasul, bertepatan
dengan peristiwa besar
yaitu ditunjuknya
Rasulullah sebagai
penengah ketika terjadi
perselisihan antara suku
Quraisy tentang siapa
yang berhak meletakkan
kembali Hajar Aswad
setelah Ka’abah
diperbaharui. Dengan
kecerdasan akalnya beliau
mampu memecahkan
persoalan yang hampir
menjadikan peperangan
diantara kabilah-kabilah
yang ada di Makkah.
Kelahiran Fathimah
disambut gembira oleh
Rasulullahu alaihi
wassalam dengan
memberikan nama
Fathimah dan julukannya
Az-Zahra, sedangkan
kunyahnya adalah Ummu
Abiha (Ibu dari bapaknya).
Ia putri yang mirip dengan
ayahnya, Ia tumbuh
dewasa dan ketika
menginjak usia 5 tahun
terjadi peristiwa besar
terhadap ayahnya yaitu
turunnya wahyu dan
tugas berat yang diemban
oleh ayahnya. Dan ia juga
menyaksikan kaum kafir
melancarkan gangguan
kepada ayahnyam, sampai
cobaan yang berat dengan
meninggal ibunya
Khadijah. Ia sangat sedih
dengan kematian ibunya.
Pada saat kaum muslimin
hijrah ke Madinah,
Fathimah dan kakaknya
Ummu Kultsum tetap
tinggal di Makkah sampai
Nabi mengutus orang
untuk menjemputnya.
Setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi
wassalam menikah
dengan ‘Aisyah binti Abu
Bakar, para sahabat
berusaha meminang
Fathimah. Abu Bakar dan
Umar maju lebih dahulu
untuk meminang tapi
Nabi menolak dengan
lemah lembut. Lalu Ali bin
Abi Thalib datang kepada
Rasulullah untuk melamar
dan ketika nabi bertanya,
“Apakah engkau
mempunyai sesuatu ?”,
“Tidak ada ya Rasulullah,”
jawabku. “ Dimana
pakaian perangmu yang
hitam, yang saya berikan
kepadamu,” Tanya beliau.
“Masih ada padaku wahai
Rasulullah,” jawabku.
“Berikan itu kepadanya
(Fatihmah) sebagai
mahar,” kata beliau.
Lalu Ali bergegas pulang
dan membawa baju
besinya, Nabi menyuruh
menjualnya dan baju besi
itu dijual kepada Utsman
bin Affan seharga 470
dirham, kemudian
diberikan kepada
Rasulullah dan diserahkan
kepada Bilal untuk
membeli perlengkapan
pengantin.
Kaum muslimin merasa
gembira atas perkawinan
Fathimah dan Ali bin Abi
Thalib, setelah setahun
menikah lalu dikaruniai
anak bernama Al-Hasan
dan saat Hasan genap
berusia satu tahun lahirlah
Husain pada bulan Sya’ban
tahun ke-4 H. Pada tahun
ke-lima Hijriyah ia
melahirkan anak
perempuan bernama
Zainab dan yang terakhir
benama Ummu Kultsum.
Rasullah sangat
menyayangi Fathimah,
setelah Rasulullah
bepergian beliau lebih
dulu menemui Fathimah
sebelum menemui istri-
istrinya. Aisyah berkata ,
”Aku tidak melihat
seseorang yang
perkataannya dan
pembicaraannya yang
menyerupai Rasulullah
selain Fathimah, jika ia
datang mengunjungi
Rasulullah, Rasulullah
berdiri lalu menciumnya
dan menyambut dengan
hangat, begitu juga
sebaliknya yang diperbuat
Fathimah bila Rasulullah
datang mengunjunginya.”.
Rasulullah
mengungkapkan rasa
cintanya kepada putrinya
tatkala diatas mimbar:
”Sungguh Fathimah
bagian dariku , Siapa yang
membuatnya marah
berarti membuatku
marah” . Dan dalam
riwayat lain disebutkan,
”Fathimah bagian dariku,
aku merasa terganggu bila
ia diganggu dan aku
merasa sakit jika ia
disakiti.” .
Setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam
menjalankan haji wada’
dan ketika ia melihat
Fathimah, beliau
menemuinya dengan
ramah sambil berkata,
”Selamat datang wahai
putriku” . Lalu Beliau
menyuruh duduk
disamping kanannya dan
membisikan sesuatu,
sehingga Fathimah
menangis dengan
tangisan yang keras,
tatkala Fathimah sedih
lalu Beliau membisikan
sesuatu kepadanya yang
menyebabkan Fathimah
tersenyum.
Ketika Aisyah bertanya
tentang apa yang
dibisikan oleh beliau,
Fathimah menjawab, ”Aku
tak ingin membuka
rahasia” . Setelah
Rasulullah wafat, Aisyah
bertanya lagi kepada
Fathimah tentang apa
yang dibisikan Rasulullah
kepadanya sehingga
membuat Fathimah
menangis dan tersenyum.
Lalu Fathimah menjawab,
”Adapun yang pertama
kali beliau bisikkan
kepadaku adalah; beliau
memberitahu bahwa
sesungguhnya Jibril telah
membacakan al-Qura’an
dengan hapalan kepada
beliau setiap tahun sekali,
sekarang dia
membacakannya setahun
2 kali, lalu beliau berkata
“Sungguh aku melihat
ajalku telah dekat, maka
bertakwalah dan
bersabarlah, sebaik-baik
Salaf (pendahulu)
untukmu adalah aku.” .
Maka akupun menangis
yang engkau lihat saat
kesedihanku. Dan saat
beliau membisikan yang
kedua kali, beliau berkata,
” Wahai Fathimah apakah
engkau tidak suka
menjadi penghulu wanita-
wanita penghuni surga
dan engkau adalah orang
pertama dari keluargaku
yang akan menyusulku”.
Kemudian aku tertawa.
Enam bulan sejak
wafatnya Rasulullah
Shallallahu alaihi
wassalam, Fathimah jatuh
sakit, namun ia merasa
gembira karena kabar
gembira yang diterima
dari ayahnya. Tak lama
kemudian iapun beralih ke
sisi Tuhannya pada malam
selasa tanggal 13
Ramadhan tahun 11 H
dalam usia 27 tahun.
__________________________________
__________________________________
_____________________________
Disalin dari Buku Sirah
Shahabiyah karya
Mahmud mahdi al
Istambuli & Musthafa Abu
an Nashr asy Syalabi,
Penerbit Maktabah Salafy
Press, Tahun 2006.

Fathimah Az-zahra binti Muhammad



Pemimpin wanita pada
masanya ini adalah putri
ke-4 dari anak anak
Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam, dan
ibunya adalah Ummul
Mukminin Khadijah binti
Khuwalid. Sesungguhnya
allah Subhanahu wa ta’ala
menghendaki kelahiran
Fathimah yang mendekati
tahun ke-5 sebelum
Muhammad diangkat
menjadi Rasul, bertepatan
dengan peristiwa besar
yaitu ditunjuknya
Rasulullah sebagai
penengah ketika terjadi
perselisihan antara suku
Quraisy tentang siapa
yang berhak meletakkan
kembali Hajar Aswad
setelah Ka’abah
diperbaharui. Dengan
kecerdasan akalnya beliau
mampu memecahkan
persoalan yang hampir
menjadikan peperangan
diantara kabilah-kabilah
yang ada di Makkah.
Kelahiran Fathimah
disambut gembira oleh
Rasulullahu alaihi
wassalam dengan
memberikan nama
Fathimah dan julukannya
Az-Zahra, sedangkan
kunyahnya adalah Ummu
Abiha (Ibu dari bapaknya).
Ia putri yang mirip dengan
ayahnya, Ia tumbuh
dewasa dan ketika
menginjak usia 5 tahun
terjadi peristiwa besar
terhadap ayahnya yaitu
turunnya wahyu dan
tugas berat yang diemban
oleh ayahnya. Dan ia juga
menyaksikan kaum kafir
melancarkan gangguan
kepada ayahnyam, sampai
cobaan yang berat dengan
meninggal ibunya
Khadijah. Ia sangat sedih
dengan kematian ibunya.
Pada saat kaum muslimin
hijrah ke Madinah,
Fathimah dan kakaknya
Ummu Kultsum tetap
tinggal di Makkah sampai
Nabi mengutus orang
untuk menjemputnya.
Setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi
wassalam menikah
dengan ‘Aisyah binti Abu
Bakar, para sahabat
berusaha meminang
Fathimah. Abu Bakar dan
Umar maju lebih dahulu
untuk meminang tapi
Nabi menolak dengan
lemah lembut. Lalu Ali bin
Abi Thalib datang kepada
Rasulullah untuk melamar
dan ketika nabi bertanya,
“Apakah engkau
mempunyai sesuatu ?”,
“Tidak ada ya Rasulullah,”
jawabku. “ Dimana
pakaian perangmu yang
hitam, yang saya berikan
kepadamu,” Tanya beliau.
“Masih ada padaku wahai
Rasulullah,” jawabku.
“Berikan itu kepadanya
(Fatihmah) sebagai
mahar,” kata beliau.
Lalu Ali bergegas pulang
dan membawa baju
besinya, Nabi menyuruh
menjualnya dan baju besi
itu dijual kepada Utsman
bin Affan seharga 470
dirham, kemudian
diberikan kepada
Rasulullah dan diserahkan
kepada Bilal untuk
membeli perlengkapan
pengantin.
Kaum muslimin merasa
gembira atas perkawinan
Fathimah dan Ali bin Abi
Thalib, setelah setahun
menikah lalu dikaruniai
anak bernama Al-Hasan
dan saat Hasan genap
berusia satu tahun lahirlah
Husain pada bulan Sya’ban
tahun ke-4 H. Pada tahun
ke-lima Hijriyah ia
melahirkan anak
perempuan bernama
Zainab dan yang terakhir
benama Ummu Kultsum.
Rasullah sangat
menyayangi Fathimah,
setelah Rasulullah
bepergian beliau lebih
dulu menemui Fathimah
sebelum menemui istri-
istrinya. Aisyah berkata ,
”Aku tidak melihat
seseorang yang
perkataannya dan
pembicaraannya yang
menyerupai Rasulullah
selain Fathimah, jika ia
datang mengunjungi
Rasulullah, Rasulullah
berdiri lalu menciumnya
dan menyambut dengan
hangat, begitu juga
sebaliknya yang diperbuat
Fathimah bila Rasulullah
datang mengunjunginya.”.
Rasulullah
mengungkapkan rasa
cintanya kepada putrinya
tatkala diatas mimbar:
”Sungguh Fathimah
bagian dariku , Siapa yang
membuatnya marah
berarti membuatku
marah” . Dan dalam
riwayat lain disebutkan,
”Fathimah bagian dariku,
aku merasa terganggu bila
ia diganggu dan aku
merasa sakit jika ia
disakiti.” .
Setelah Rasulullah
Shallallahu alaihi wasalam
menjalankan haji wada’
dan ketika ia melihat
Fathimah, beliau
menemuinya dengan
ramah sambil berkata,
”Selamat datang wahai
putriku” . Lalu Beliau
menyuruh duduk
disamping kanannya dan
membisikan sesuatu,
sehingga Fathimah
menangis dengan
tangisan yang keras,
tatkala Fathimah sedih
lalu Beliau membisikan
sesuatu kepadanya yang
menyebabkan Fathimah
tersenyum.
Ketika Aisyah bertanya
tentang apa yang
dibisikan oleh beliau,
Fathimah menjawab, ”Aku
tak ingin membuka
rahasia” . Setelah
Rasulullah wafat, Aisyah
bertanya lagi kepada
Fathimah tentang apa
yang dibisikan Rasulullah
kepadanya sehingga
membuat Fathimah
menangis dan tersenyum.
Lalu Fathimah menjawab,
”Adapun yang pertama
kali beliau bisikkan
kepadaku adalah; beliau
memberitahu bahwa
sesungguhnya Jibril telah
membacakan al-Qura’an
dengan hapalan kepada
beliau setiap tahun sekali,
sekarang dia
membacakannya setahun
2 kali, lalu beliau berkata
“Sungguh aku melihat
ajalku telah dekat, maka
bertakwalah dan
bersabarlah, sebaik-baik
Salaf (pendahulu)
untukmu adalah aku.” .
Maka akupun menangis
yang engkau lihat saat
kesedihanku. Dan saat
beliau membisikan yang
kedua kali, beliau berkata,
” Wahai Fathimah apakah
engkau tidak suka
menjadi penghulu wanita-
wanita penghuni surga
dan engkau adalah orang
pertama dari keluargaku
yang akan menyusulku”.
Kemudian aku tertawa.
Enam bulan sejak
wafatnya Rasulullah
Shallallahu alaihi
wassalam, Fathimah jatuh
sakit, namun ia merasa
gembira karena kabar
gembira yang diterima
dari ayahnya. Tak lama
kemudian iapun beralih ke
sisi Tuhannya pada malam
selasa tanggal 13
Ramadhan tahun 11 H
dalam usia 27 tahun.
__________________________________
__________________________________
_____________________________
Disalin dari Buku Sirah
Shahabiyah karya
Mahmud mahdi al
Istambuli & Musthafa Abu
an Nashr asy Syalabi,
Penerbit Maktabah Salafy
Press, Tahun 2006.