Kamis, 07 Maret 2013

Ujung Pakaianku Menyapu Jalanan ??

Penulis: Ummu Rumman
Muraja’ah: Ustadz Nur Kholis
Kurdian, Lc dan Ustadz Abu
Ukkasyah Aris Munandar
Apa yang spontan terpikir di benak
kita ketika melihat seorang
muslimah yang memakai jilbab
besar dan cadar, ditambah lagi
pakaian yang lebar dan
panjangnya
sampai menyentuh tanah?? Oke,
kita tak sedang membahas
mengenai hukum jilbab dan cadar.
Insya Allah masalah ini dapat
ukhty
temukan pembahasannya pada
tulisan lain. Tapi kita tengah
berbicara tentang panjang pakaian
sang muslimah yang sampai
menyentuh tanah.
“Mbak, mau nyapu jalan ya? Itu lho
gamisnya kepanjangan, sampai ke
tanah.”
“Sudah lebar, panjang pula. Apa ga
kotor? Kalau kena najis di jalan
gimana? Ga sah donk kalau
pakaiannya dipakai sholat.”
“Iiiih… Jadi muslimah kok jorok
sih?
mbo’ panjangnya yang biasa aja.
Ga
usah berlebihan. Biar ga kotor…”
Ukhty, sering mendengar
komentar
semacam ini bukan?
Namun di sisi lain, kita temukan
pula para wanita yang masih
meremehkan masalah menutup
aurat. Kaki, bagian tubuh wanita
yang seharusnya ditutup justru
digembor-gemborkan agar
dijadikan salah satu daya pikat
kecantikan wanita. Semakin
pendek pakaian, semakin menarik,
begitu anggapan mereka. Bahkan
rok pendek dan rok mini menjadi
bagian dari fashion model baju
wanita. Wal iyaudzubillah.
Lalu, sepanjang apakah seharusnya
pakaian wanita menurut syariat??
Anjuran Bagi Wanita untuk
Memanjangkan Kain Pakaiannya
Ya Ukhty fillah, telah engkau
ketahui bahwa wajib hukumnya
bagi wanita untuk menutup
auratnya. Dan termasuk bagian
dari
aurat yang harus engkau tutup
adalah kakimu.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menerangkan mengenai
bagian bawah pakaian, Ummu
Salamah radhiyallahu ‘anha
berkata
kepada Rasulullah, “Lalu
bagaimana dengan pakaian
seorang wanita wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Hendaklah ia
mengulurkannya satu jengkal,”
Ummu Salamah berkata, ‘Jika
demikian masih tersingkap ” Satu
hasta saja dan jangan lebih dari
itu,” jawab beliau. (HR. At Tirmidzi.
Hadits hasan shahih)
Dari hadits di atas dapat ditarik
dua
kesimpulan, yaitu:
Pertama, bahwa seorang wanita
wajib menutup kedua telapak
kakinya dengan pakaiannya.
Kedua, boleh hukumnya
memanjangkan pakaian bagi
seorang wanita dengan ukuran
sebagaimana telah dijelaskan
hadits di atas.
Dari mana diukurnya satu jengkal
di mana seorang wanita
memanjangkan pakaiannya?
Dalam hal ini ada perbedaan
pendapat di kalangan ulama satu
jengkal itu diukur dari mana. Akan
tetapi, pendapat yang kuat -insya
Allah- satu jengkal adalah diukur
dari mata kaki. Karena inilah
Ummu
Salamah berkata, “Jika demikian,
kedua kakinya masih tersingkap,”
lalu Rasulullah memberikan
keringanan dengan satu hasta.
Para ulama telah bersepakat
bolehnya seorang wanita
memanjangkan pakaiannya di
bawah mata kaki. Hal ini berbeda
dengan kaum laki-laki di mana
mereka mendapat ancaman keras
bila memanjangkan pakaiannya di
bawah mata kaki.
Sebagaimana kaum laki-laki, kaum
wanita pun dilarang isbal. Akan
tetapi ukuran isbal pakaian wanita
berbeda dengan kaum laki-laki.
Isbal-nya pakaian laki-laki adalah
di bawah mata kaki. Sedangkan
isbal-nya pakaian wanita adalah
bila melebihi satu hasta atau dua
jengkal. Sebagaimana dijelaskan di
dalam hadits bahwa Rasulullah
membatasi panjang pakaian
wanita hanya boleh ditambah satu
hasta atau dua jengkal, tidak boleh
lebih.
Saat ini banyak kita dapati model
pakaian wanita ala Barat, misalnya
saja pakaian pengantin. Bagian
atas
ketat dan membuka aurat, tapi
anehnya bagian bawahnya justru
sampai bermeter-meter
panjangnya!! Betapa banyak
kesalahan yang terdapat dalam
model pakaian semacam ini.
Pertama, Tidak menutup aurat.
Kedua, Isbal. Ketiga, merupakan
pemborosan dan perbuatan yang
sia-sia. Keempat, menyerupai
(tasyabuh) orang kafir.
Cara Membersihkan Ujung Pakaian
Wanita
Jika kini pada dirimu timbul
pertanyaan, “Lalu bagaimana
membersihkan ujung pakaian
wanita? Bukankah dengan
ukurannya yang panjang
menjadikan pakaian tersebut besar
kemungkinannya terkena najis di
jalan?”
Islam agama yang kamil
(sempurna) dan syamil (lengkap)
yang menjelaskan setiap urusan
secara detail, sehingga kita akan
mengetahui berbagai solusi dari
permasalahan yang kita hadapi
dan
belum kita ketahui. Ini sebagai
bentuk kemudahan Islam.
Berkaitan mengenai cara
membersihkan ujung pakaian
wanita, maka simaklah hadiah
nabawiyah berikut ini.
Dari seorang ibu putra Ibrahim bin
Abdurrahman bin ‘Auf bahwa ia
pernah bertanya kepada Ummu
Salamah istri Nabi shallallahu
‘alaihi
wa sallam, ‘Sesungguhnya aku
adalah seorang perempuan yang
biasa memanjangkan (ukuran)
pakaianku dan (kadang-kadang)
aku berjalan di tempat kotor?’
maka Jawab Ummu Salamah,
bahwa Nabi pernah bersabda,
“Tanah selanjutnya menjadi
pembersihnya.” (HR. Ibnu Majah,
Imam Malik dan Tirmidzi. Hadits
shahih)
Namun, ada hal yang harus ukhty
perhatikan dan pahami. Bahwa
ketentuan yang disebutkan hadits
di atas hanya berlaku untuk najis
yang kering. Ketentuan ini tidak
berlaku jika najisnya adalah najis
yang basah atau cair.
Imam Malik berkata,
“Sesungguhnya sebagian tanah
membersihkan sebagian yang lain.
Hal ini berlaku apabila kita
menginjak tanah yang kotor,
kemudian setelah itu menginjak
tanah bersih dan kering, maka
tanah yang bersih dan kering
inilah
yang akan menjadi pembersihnya.
Adapun najis seperti air kencing
dan semisalnya yang mengenai
pakaian/ jasad maka harus
dibersihkan dengan air.” Al
Khathabi berkata. “Dan ummat
sepakat dalam hal ini.”
Lebih jauh, Imam Syafi’i
menjelaskan, bahwa ketentuan
berlaku apabila najis yang diinjak
adalah najis yang kering sehingga
tidak ada najis yang melekat
padanya. Maksudnya, najis tidak
terlihat jelas secara fisik melekat
pada pakaian (tanah telah
menyucikannya). Apabila najis
yang
diinjak adalah najis yang basah,
maka harus tetap dibersihkan
dengan air hingga bersih.
Lalu, bagian mana yang harus
dibersihkan. Apakah hanya pada
bagian yang terkena najis saja
ataukah seluruh pakaian?
Ukhty, pada asalnya yang wajib
dibersihkan adalah hanya pada
bagian yang terkena najis. Tidak
harus dicuci semua.
Sebagian orang beranggapan
bahwa bila suatu bagian pakaian
terkena najis maka seluruh
pakaian
harus dibersihkan. Ini adalah
anggapan yang tidak benar. Cukup
bagian yang terkena najis saja. Jika
sudah secara maksimal dibersihkan
tetapi masih tetap tersisa, maka
insya Allah tidak mengapa.
Semoga dengan penjelasan di atas
kini para muslimah dapat
mengetahui dan mengamalkan
beberapa hukum berkaitan
pakaian
wanita. Allah dan Rasul-Nya telah
menjelaskan pada kita mengenai
najis, barang yang terkena najis
dan bagaimana cara
membersihkannya. Oleh karena itu,
hendaklah para muslimah benar-
benar mengilmui masalah ini.
Tidak
hanya sebatas masalah pakaian,
tetapi jagalah juga diri dan
lingkungan sekitar dari barang
najis maupun barang-barang kotor
yang bukan najis.
Jangan sampai muncul anggapan
bahwa wanita muslimah adalah
sosok yang tidak mengerti dan
tidak peduli masalah kebersihan.
Bukankah wanita juga yang
mengurus sandang-papan bagi
suami dan anak-anaknya. Jika kita
sendiri tak mengerti, lalu
bagaimana keadaan keluarga dan
rumah kita nantinya?
Ukhty, mari kita niatkan setiap
amal kita untuk mencari wajah
Allah dan mengikuti sunnah Rasul-
Nya. Bukan sekedar karena
berprinsip “saya suka kebersihan.”
Tapi mari cintai dan wujudkan
keindahan dan kebersihan karena
mengharap ridha Allah.
Maraji’:
Al Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal
Kitabil ‘Aziz (Terj.), Syaikh ‘Abdul
‘Azhim bin Badawi al Khalafi
(pustaka As Sunnah)
Ensiklopedi Fiqih Wanita, jilid 2,
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid
Salim (Pustaka Ibnu Katsir)
Kajian Al Wajiz oleh ustadz Abu
Ukkasyah Aris Munandar,
November 2008
Kajian Al Wajiz oleh ustadz
Muslam, tahun 2004
Qutufun minasy Syamailil
Muhammadiyah wal Akhlaqun
Nabawiyah wal Adabil Islamiyah,
Syaikh Muhammad bin Jamil
Zainu

Ujung Pakaianku Menyapu Jalanan ??

Penulis: Ummu Rumman
Muraja’ah: Ustadz Nur Kholis
Kurdian, Lc dan Ustadz Abu
Ukkasyah Aris Munandar
Apa yang spontan terpikir di benak
kita ketika melihat seorang
muslimah yang memakai jilbab
besar dan cadar, ditambah lagi
pakaian yang lebar dan
panjangnya
sampai menyentuh tanah?? Oke,
kita tak sedang membahas
mengenai hukum jilbab dan cadar.
Insya Allah masalah ini dapat
ukhty
temukan pembahasannya pada
tulisan lain. Tapi kita tengah
berbicara tentang panjang pakaian
sang muslimah yang sampai
menyentuh tanah.
“Mbak, mau nyapu jalan ya? Itu lho
gamisnya kepanjangan, sampai ke
tanah.”
“Sudah lebar, panjang pula. Apa ga
kotor? Kalau kena najis di jalan
gimana? Ga sah donk kalau
pakaiannya dipakai sholat.”
“Iiiih… Jadi muslimah kok jorok
sih?
mbo’ panjangnya yang biasa aja.
Ga
usah berlebihan. Biar ga kotor…”
Ukhty, sering mendengar
komentar
semacam ini bukan?
Namun di sisi lain, kita temukan
pula para wanita yang masih
meremehkan masalah menutup
aurat. Kaki, bagian tubuh wanita
yang seharusnya ditutup justru
digembor-gemborkan agar
dijadikan salah satu daya pikat
kecantikan wanita. Semakin
pendek pakaian, semakin menarik,
begitu anggapan mereka. Bahkan
rok pendek dan rok mini menjadi
bagian dari fashion model baju
wanita. Wal iyaudzubillah.
Lalu, sepanjang apakah seharusnya
pakaian wanita menurut syariat??
Anjuran Bagi Wanita untuk
Memanjangkan Kain Pakaiannya
Ya Ukhty fillah, telah engkau
ketahui bahwa wajib hukumnya
bagi wanita untuk menutup
auratnya. Dan termasuk bagian
dari
aurat yang harus engkau tutup
adalah kakimu.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menerangkan mengenai
bagian bawah pakaian, Ummu
Salamah radhiyallahu ‘anha
berkata
kepada Rasulullah, “Lalu
bagaimana dengan pakaian
seorang wanita wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Hendaklah ia
mengulurkannya satu jengkal,”
Ummu Salamah berkata, ‘Jika
demikian masih tersingkap ” Satu
hasta saja dan jangan lebih dari
itu,” jawab beliau. (HR. At Tirmidzi.
Hadits hasan shahih)
Dari hadits di atas dapat ditarik
dua
kesimpulan, yaitu:
Pertama, bahwa seorang wanita
wajib menutup kedua telapak
kakinya dengan pakaiannya.
Kedua, boleh hukumnya
memanjangkan pakaian bagi
seorang wanita dengan ukuran
sebagaimana telah dijelaskan
hadits di atas.
Dari mana diukurnya satu jengkal
di mana seorang wanita
memanjangkan pakaiannya?
Dalam hal ini ada perbedaan
pendapat di kalangan ulama satu
jengkal itu diukur dari mana. Akan
tetapi, pendapat yang kuat -insya
Allah- satu jengkal adalah diukur
dari mata kaki. Karena inilah
Ummu
Salamah berkata, “Jika demikian,
kedua kakinya masih tersingkap,”
lalu Rasulullah memberikan
keringanan dengan satu hasta.
Para ulama telah bersepakat
bolehnya seorang wanita
memanjangkan pakaiannya di
bawah mata kaki. Hal ini berbeda
dengan kaum laki-laki di mana
mereka mendapat ancaman keras
bila memanjangkan pakaiannya di
bawah mata kaki.
Sebagaimana kaum laki-laki, kaum
wanita pun dilarang isbal. Akan
tetapi ukuran isbal pakaian wanita
berbeda dengan kaum laki-laki.
Isbal-nya pakaian laki-laki adalah
di bawah mata kaki. Sedangkan
isbal-nya pakaian wanita adalah
bila melebihi satu hasta atau dua
jengkal. Sebagaimana dijelaskan di
dalam hadits bahwa Rasulullah
membatasi panjang pakaian
wanita hanya boleh ditambah satu
hasta atau dua jengkal, tidak boleh
lebih.
Saat ini banyak kita dapati model
pakaian wanita ala Barat, misalnya
saja pakaian pengantin. Bagian
atas
ketat dan membuka aurat, tapi
anehnya bagian bawahnya justru
sampai bermeter-meter
panjangnya!! Betapa banyak
kesalahan yang terdapat dalam
model pakaian semacam ini.
Pertama, Tidak menutup aurat.
Kedua, Isbal. Ketiga, merupakan
pemborosan dan perbuatan yang
sia-sia. Keempat, menyerupai
(tasyabuh) orang kafir.
Cara Membersihkan Ujung Pakaian
Wanita
Jika kini pada dirimu timbul
pertanyaan, “Lalu bagaimana
membersihkan ujung pakaian
wanita? Bukankah dengan
ukurannya yang panjang
menjadikan pakaian tersebut besar
kemungkinannya terkena najis di
jalan?”
Islam agama yang kamil
(sempurna) dan syamil (lengkap)
yang menjelaskan setiap urusan
secara detail, sehingga kita akan
mengetahui berbagai solusi dari
permasalahan yang kita hadapi
dan
belum kita ketahui. Ini sebagai
bentuk kemudahan Islam.
Berkaitan mengenai cara
membersihkan ujung pakaian
wanita, maka simaklah hadiah
nabawiyah berikut ini.
Dari seorang ibu putra Ibrahim bin
Abdurrahman bin ‘Auf bahwa ia
pernah bertanya kepada Ummu
Salamah istri Nabi shallallahu
‘alaihi
wa sallam, ‘Sesungguhnya aku
adalah seorang perempuan yang
biasa memanjangkan (ukuran)
pakaianku dan (kadang-kadang)
aku berjalan di tempat kotor?’
maka Jawab Ummu Salamah,
bahwa Nabi pernah bersabda,
“Tanah selanjutnya menjadi
pembersihnya.” (HR. Ibnu Majah,
Imam Malik dan Tirmidzi. Hadits
shahih)
Namun, ada hal yang harus ukhty
perhatikan dan pahami. Bahwa
ketentuan yang disebutkan hadits
di atas hanya berlaku untuk najis
yang kering. Ketentuan ini tidak
berlaku jika najisnya adalah najis
yang basah atau cair.
Imam Malik berkata,
“Sesungguhnya sebagian tanah
membersihkan sebagian yang lain.
Hal ini berlaku apabila kita
menginjak tanah yang kotor,
kemudian setelah itu menginjak
tanah bersih dan kering, maka
tanah yang bersih dan kering
inilah
yang akan menjadi pembersihnya.
Adapun najis seperti air kencing
dan semisalnya yang mengenai
pakaian/ jasad maka harus
dibersihkan dengan air.” Al
Khathabi berkata. “Dan ummat
sepakat dalam hal ini.”
Lebih jauh, Imam Syafi’i
menjelaskan, bahwa ketentuan
berlaku apabila najis yang diinjak
adalah najis yang kering sehingga
tidak ada najis yang melekat
padanya. Maksudnya, najis tidak
terlihat jelas secara fisik melekat
pada pakaian (tanah telah
menyucikannya). Apabila najis
yang
diinjak adalah najis yang basah,
maka harus tetap dibersihkan
dengan air hingga bersih.
Lalu, bagian mana yang harus
dibersihkan. Apakah hanya pada
bagian yang terkena najis saja
ataukah seluruh pakaian?
Ukhty, pada asalnya yang wajib
dibersihkan adalah hanya pada
bagian yang terkena najis. Tidak
harus dicuci semua.
Sebagian orang beranggapan
bahwa bila suatu bagian pakaian
terkena najis maka seluruh
pakaian
harus dibersihkan. Ini adalah
anggapan yang tidak benar. Cukup
bagian yang terkena najis saja. Jika
sudah secara maksimal dibersihkan
tetapi masih tetap tersisa, maka
insya Allah tidak mengapa.
Semoga dengan penjelasan di atas
kini para muslimah dapat
mengetahui dan mengamalkan
beberapa hukum berkaitan
pakaian
wanita. Allah dan Rasul-Nya telah
menjelaskan pada kita mengenai
najis, barang yang terkena najis
dan bagaimana cara
membersihkannya. Oleh karena itu,
hendaklah para muslimah benar-
benar mengilmui masalah ini.
Tidak
hanya sebatas masalah pakaian,
tetapi jagalah juga diri dan
lingkungan sekitar dari barang
najis maupun barang-barang kotor
yang bukan najis.
Jangan sampai muncul anggapan
bahwa wanita muslimah adalah
sosok yang tidak mengerti dan
tidak peduli masalah kebersihan.
Bukankah wanita juga yang
mengurus sandang-papan bagi
suami dan anak-anaknya. Jika kita
sendiri tak mengerti, lalu
bagaimana keadaan keluarga dan
rumah kita nantinya?
Ukhty, mari kita niatkan setiap
amal kita untuk mencari wajah
Allah dan mengikuti sunnah Rasul-
Nya. Bukan sekedar karena
berprinsip “saya suka kebersihan.”
Tapi mari cintai dan wujudkan
keindahan dan kebersihan karena
mengharap ridha Allah.
Maraji’:
Al Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal
Kitabil ‘Aziz (Terj.), Syaikh ‘Abdul
‘Azhim bin Badawi al Khalafi
(pustaka As Sunnah)
Ensiklopedi Fiqih Wanita, jilid 2,
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid
Salim (Pustaka Ibnu Katsir)
Kajian Al Wajiz oleh ustadz Abu
Ukkasyah Aris Munandar,
November 2008
Kajian Al Wajiz oleh ustadz
Muslam, tahun 2004
Qutufun minasy Syamailil
Muhammadiyah wal Akhlaqun
Nabawiyah wal Adabil Islamiyah,
Syaikh Muhammad bin Jamil
Zainu